Gadget Baru Acer Aspire P3, Ultrabook Apa Tablet?

Riko Gunawan, Head of Product Management Acer Indonesia
memberikan presentasi produk Acer Aspire P3.
 sumber: Acer Indonesia
Hybrid. Kata ini sepertinya kata magis untuk gadget saat ini. Bila beberapa waktu yang lalu kita mengenal hybrid antara snartphone dengan tablet yang disebut Phablet, kini ada hybri baru, yaitu antara tablet dengan Ultrabook. 

Bila sejenak kita lihat ke belakang, hybrid antara tablet dan smartphone yang digagas oleh Samsung dengan produknya Galaxy Note memperoleh sambutan meriah dari konsumen (terbukti dengan penjualan yang bagus). Bisakah hybrid antara tablet dengan Ultrabook mengikuti kesuksesan tersebut?

Saya rasa sangat banyak elemen yang menentukan kesuksesan tersebut dan bukan jawaban yang mudah. Namun setidaknya Acer mencoba mencoba memasuki pasar Hybrid tersebut dengan merilis Hybrid antara Tablet dengan Ultrabook di Senayan City pada hari Kamis 30 Mei yang lalu.

Jika dilihat selintas, Aspire P3 ini mirip dengan tablet Surface. Namun bedanya adalah Aspire P3 merupakan Ultrabook yang sudah disertifikasi oleh Intel. Jadi gadget ini adalah Ultrabook sebenarnya dengan kemampuan tablet sebagai pendamping.

Jason Lim,  President Director, Acer Indonesia mengatakan bahwa Aspire P3 menunjukkan fokus Acer untuk memberikan pengalaman baru  dalam berkomputasi melalui desain yang progresif. Acer mengerti bahwa tren konsumen bergerak pada penggunaan layar sentuh untuk berkomputasi dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Acer Aspire P3 akan melengkapi produk-produk Acer lainnya yang saat ini tersedia di pasar dan untuk menjawab kebutuhan para profesional dengan menghadirkan perpaduan fitur terbaik pada notebook dan tablet.

Kemampuan sebagai Ultrabook
Sebagai Ultrabook yang sudah disertifikasi oleh Intel, Acer Aspire P3 memiliki kemampuan yang patut dicoba. Pengguna dapat menggunakannya sebagai perangkat untuk melakukan kegiatan komputasi sehari-hari seperti membuat presentasi dan berbagi konten multimedia. Kemampuan ini juga termasuk menjalankan berbagai aplikasi sekaligus, seperti video conference sambil membuat dokumen dan mengedit foto, sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

Prosesor Intel Core i3 dan Intel Core i5 yang responsif memberikan performa yang dibutuhkan untuk melakukan hal-hal tersebut, sekaligus membuat konsumsi baterai lebih efisien.  Aspire P3 menggunakan Windows 8, sehingga perangkat ini dapat menjalankan berbagai program Office serta program-program Windows lainnya yang penting untuk berbagai keperluan bisnis.

Keyboard chiclet pada Aspire P3 dibuat dengan ukuran penuh suatu keyboard, sehingga dapat digunakan dengan nyaman untuk kebutuhan produktivitas, seperti menulis dokumen dan mengolah data. Aspire P3 didukung dengan media penyimpanan data SSD 60GB atau 120GB untuk sistem pemrosesan data yang lebih cepat dan aman, juga disertai full sized port USB 3.0 agar para pengguna dapat dengan mudah menyambungkan Aspire P3 ke perangkat eksternal.

Kemampuan sebagai Tablet
AcerAspire P3 dioptimalkan untuk hiburan. Layar Aspire P3 berukuran 11,6 inci dengan teknologi IPS dapat menampilkan video, foto dan multimedia lainnya dengan akurasi dan ketajaman warna yang menakjubkan. Desain layarnya yang lebar, dengan  kemampuan sudut pandang 170 derajat, layar Aspire P3 dapat menampilkan gambar dengan baik dari berbagai sisi. Fitur Dolby Home Theater untuk headphone dan built-in speaker di dalamnya memberikan kualitas suara yang terbaik. Audio dan video pada Aspire P3 dapat ditampilkan pada layar tambahan melalui port HDMI. Acer Crystal Eye HD Webcam dapat merekam video hingga 720p HD, sementara kamera belakang 5MP dapat memotret dengan resolusi tinggi.

Harga
Acer Aspire P3 ditawarkan dengan harga Rp.7,499,000 (Intel Core i3) dan Rp.8,499,000 (Intel Core i5) setelah cash back Rp.1.000.000. Harga setelah cash back hanya berlaku selama pameran di Senayan City, dari tanggal 30 Mei - 2 Juni 2013.

Kesimpulan
Dari sisi desain bisa dikatakan ini sebuah kemajuan dari Ultrabook yang bisa dilipat dan dibuka dengan sangat mudah. Gadget ini bisa dibawa ke mana saja  dan multifungsi. Bagi anda yang sibuk Acer Aspire P3 ini bisa dijadikan pilihan untuk pekerjaan sekaligus sebagai hiburan.

Namun salah satu ciri gadget hybrid, terutama tablet dengan Ultrabook yang sebenarnya jarang ada di pasar adalah adanya kompromi antara fungsi Ultrabook dengan fungsi tablet. Hal ini berakibat tidak maksimalnya kedua fungsi gadget ini. Saat ini sebagai tablet Aspire P3 tidak memiliki modem 3G sehingga mengandalkan jaringan Wifi untuk koneksi internet atau dongle. Meskipun Acer menjanjikan edisi berikutnya dari Aspire P3 ini mungkin akan ada modem 3G. Selain itu, beratnya juga melebihi berat tablet papan atas saat ini, yaitu sebesar 800 gram. Ini dilakukan untuk mengakomodasi fungsi sebagai ultrabook.

Sebagai tablet, Acer Aspire P3 tidak berbasis prosesor ARM, namun prosesor Intel. Ini tentu saja untuk mengakomodasi syarat sebagai Ultrabook.

Sebagai Ultrabook Aspire P3 tidak memiliki ruang yang sangat luas untuk media penyimpanan. Acer Aspire P3 menggunakan SSD dengan versi 60 dan 120 GB. Ruang media penyimpanan tersebut tentu akan sangat kecil bila dibandingkan ultrabook sebenarnya dan pengguna yang sangat sibuk dan membutuhkan media penyimpanan internal yang lebih dari 120 GB. Meskipun hal ini bisa diakali dengan media penyimpanan eksternal.

Silahkan dilihat foto-foto peluncuran Acer Aspire P3 berikut ini.
Acer Apire P3 The hybrid Ultrabook

Tengah, Jason Lim President Director Acer Indonesia
 sumber: Acer Indonesia

 Santosh Viswanathan, Chief of Representative, Intel Indonesia
Sumber: Acer Indonesia

DJ Mahesa Utara melakukan demo DJ dengan menggunkan
Acer Aspire P3.
Sumber: Acer Indonesia

Adu Kuat NGOPIKERE versus Festival ASEAN Blogger

Ini bukan sebuah cerita yang baru lagi. Mungkin kita terlalu sering mengalami hal ini. Dan celakanya kita kembali terjebak untuk beradu kuat urat leher, beradu kuat siapa yang paling berani membuat tagar dan merasa menang setelah itu. 

Mari saya cerita sebuah kisah mengapa dua "pesta" onliner/blogger atau social media enthusiasts bisa terjadi di satu tanggal yang bersamaan. Pesta apa yang dimaksud? Tentu saja acara Ngopikere dan Festival Blogger ASEAN 2013.

Tersebutlah sebuah kisah, di mana tempat kami selalu bertemu, kadang sekali seminggu, dan tak jarang lebih sering dari itu. Tempatnya tentu anda tidak perlu tahu persis di mana, tetapi yang jelas sandi yang digunakan adalah Kandang Kambing.

Melirik namanya tentu saja minimal ada seekor kambing dan kandangnya di sana. Benar sekali, di sela-sela ngopi dan diskusi tentang segala hal, mulai dari hal remeh-temeh seperti celana dalam hingga anggota DPR/partai yang korupsi lolongan suara kambing mengiringi. Tak perlu anda bayangkan sebuah tempat yang nyaman, Kandang Kambing adalah di mana tak satupun di antara tamu di sana yang merasa lebih baik dibandingkan tamu atau bahkan tuan rumah sekalipun.

Kadang saya pulang dari Kandang Kambing jam 02.00 pagi. Tidak jarang lebih cepat dari itu. Sering kena hujan ketika berboncengan sepeda motor. Namun berkahnya terasa, karena Kandang Kambing itu semacam pelarian jiwa-jiwa yang masih waras agar tetap tidak gila melihat sekitar yang semakin gelisah.

Setelah sekian lama bertemu, saling kenal dan dekat, seorang tamu tidak mau untuk terus-menerus menjadi tamu. Tamu ini kebetulan bekerja di Bogor dan berasal dari Gunung Kelir, Purworejo. Beberapa bulan yang lalu ia mengundang kami, untuk menghabiskan hari di Gunung Kelir, ngopi segendut perut seperti yang biasa dilakukan di Kandang Kambing dan menikmati suasana alam dan budaya di Gunung Kelir.

Tentu ada teman yang bergembira dengan undangan tersebut. Saya sendiri mengatakan pikir-pikir karena saya tahu sekali keterbatasan dompet. Dicarilah waktu yang tepat untuk ngopi di Gunung Kelir. Ternyata didapatkan tanggal baik, bulan baik, yaitu 9 Mei -11 Mei 2013. Sebuah hari yang baik karena libur panjang dan tamu yang berkunjung ke Kandang Kambing tampaknya setuju tanggal tersebut.

Tentunya ke berangkat ke Gunung Kelir butuh biaya, butuh pengorbanan. Oleh karena sebagian besar dari yang datang ke Kandang Kambing merupakan penikmat gratisan, diberilah nama acara tersebut Ngopikere. Nama itu tidak tendensius, tidak mencari-cari perkara. Semata-mata sebagai sindiran bagi kami, karena memang pada kere dan maunya gratisan melulu.

Soal kemudian acara Ngopikere ini bersamaan dengan Festival Blogger ASEAN adalah kebetulan. Saya rasa tentu tidak ada satupun pihak yang berani menyuruh agar acara Ngopikere diundur atau dimajukan agar tidak terlihat saling menyaingi. Soal Festival Blogger ASEAN formal dan Ngopikere itu seenak udel tidak perlu dipertentangkan.

Sebagai pengurus sebuah perkumpulan Blogger, saya tahu persis, anggota yang pergi ke ASEAN Blogger dan anggota yang ke Ngopikere. Kedua acara ini kami dukung penuh karena sama-sama bertujuan sangat baik. Lalu mengapa timbul kesan adanya blok Blogger ASEAN dengan blok Ngopikere?

Ada beberapa hal yang perlu kita pahami untuk melihat masalah ini secara jelas. Pertama, kita tidak tahu benar apakah Festival Blogger ASEAN dan Ngopikere itu benar-benar saling menafikan sampai ke akar-akarnya. Dari informasi orang dalam yang saya peroleh, panitia Festival Blogger ASEAN sudah mengetahui acara Ngopikere ini. Saya tentu tak menyebutkan nama, tetapi terdapat saling pengertian bahwa kedua acara ini penting dan saling mendukung.

Tentu informasi ini beredar terbatas pada beberapa orang saja. Sebagian besar orang malah tidak tahu sama sekali. Ini sesuatu yang wajar, sehingga kemudian terjadi salah pengertian di lapisan yang lebih bawah. Salah pengertian tersebut kemudian menimbulkan pertentangan dan tidak jarang mengklaim paling benar.

Kedua, kemajuan media sosial seperti Twitter haruslah dipahami sebagai bentuk doing by learning. Banyak pengguna Twitter hanya melakukan doing, tetapi tidak mau learning. Isu panas sedikit saja, yang kemudian dikipasi oleh orang iseng membuat twitwar yang mubazir. Saya melihat pertentangan, blok-blok-an Blogger dan kesan yang timbul dari kedua acara tersebut adalah sebuah kesalahan karena tidak mampu mempelajari Twitter lebih bijak. Terus terang, saya ikut mengompori untuk melihat reaksi teman-teman di Ngopikere dan Festival Blogger ASEAN. Hal itu tidak lebih dari sebuah eksperimen untuk melihat sejauh mana Twitter dipahami sebagai sebuah alat media sosial.

Ketiga, sudah saatnya blogger, penggiat media sosial dan lainnya tidak terlalu sensitif dengan acara lain selain acara yang mereka ikuti. Tidak usah saling menduga, tidak usah merasa tersaingi karena hal tersebut akan menimbulkan akibat berantai. Informasi yang sifatnya lahir dari dugaan dan sensitifitas berlebihan tersebut bisa dikategorikan informasi sampah yang bisa menyesatkan dari kebenaran. 

Keempat sensitifitas di media sosial seperti Twitter haruslah dikurangi. Jangan karena orang lain menuliskan tagar tertentu, lalu merasa tersaingi atau merasa ditentang. Setiap orang tentu saja bebas untuk melakukan apapun di media sosial. Tugas kita, karena nyemplung di media sosial tersebut adalah menikmatinya, bukan menduga-duga apa yang ada dibalik semua itu.

Oh iya, Blogger bukan partai politik atau brand. Sensitifitas blogger semestinya tidak ditujukan untuk tujuan-tujuan sempit dan sementara. Blogger tidak perlu sensitif dengan isu-isu di antara mereka, tetapi sensitif dengan isu perubahan sosial, itu akan lebih baik.

Nah, apakah saya datang ke Festival Blogger ASEAN dan Ngopikere?  Sebuah pertanyaan yang tidak lagi butuh jawaban.

Mengapa Nokia Tidak Mau Meninggalkan Windows Phone

Stephen Elop, CEO Nokia
Sebuah serangan langsung ke CEO Nokia, Stephen Elop terjadi saat pertemuan dengan investor di Helsinki. Sebagaimana dilaporkan oleh Reuters, pemegang saham Nokia tidak puas dengan kinerja Elop, meskipun sebenarnya terdapat sedikit perkembangan penjualan Nokia Lumia berbasis Windows Phone. Para pemegang saham meminta Elop melihat opsi lain dan jika mungkin beralih ke Google Android, meskipun itu akan membuat Nokia memakan omongan mereka sendiri. 

Stephen Elop, mantan eksekutif di Microsoft adalah orang yang pertama kali mengemukakan Burning Platform lebih dua tahun yang lalu. Saat itu ia mengatakan platform nya sendiri Symbian sedang terbakar karena sudah uzur dan tak memiliki perkembangan berarti sehingga Nokia harus segera beralih ke Windows Phone. Saat itu tahun 2011, Elop memutuskan untuk bekerja sama secara mendalam dengan Microsoft guna menghasilkan smartphone yang bisa bertarung dengan Android dan iOS Apple. Nyatanya, dua tahun lebih semejak kesepakatan itu dibuat (di mana dikabarkan Nokia memperoleh uang kas per tahun 1 miliar dollar, meskipun kemudian harus membayar royalti ke Microsoft) nasib Nokia tidak juga berubah.

Elop juga telah melakukan langkah-langkah drastis pemecatan karyawan, penutupan beberapa kantor di beberapa tempat dan penjualan markas besar Nokia di Finlandia. Elop bekerja cukup keras menyelamatkan Nokia yang harga sahamnya di tahun 2000 sekitar 65 Euro dan kini tinggal hanya 3 Euro saja. Namun tentu, karena fakum menghasilkan smartphone selama dua tahun, Nokia tertinggal di pasar. Pasar andalan mereka di feature phone juga sudah diusik oleh Samsung. Ini artinya Nokia diserang di dua sisi sehingga memang tidak bisa berkata lain, selain menyerah.

Tentu saja keputusan beralih ke Windows Phone tersebut menuai banyak kecaman. Bahkan ada analis yang beranggapan, Elop telah membakar lumbung Nokia. Menurut analis ini, Symbian tidak perlu ditinggalkan, mungkin perlu direvitalisasi. Namun keputusan Elop sudah bulat dan tidak bisa disanggah. Ia juga mengatakan tidak memilih Google dengan Android-nya karena terlalu terpecah-pecah. Dan lagi uang yang ditawarkan Microsoft tentu lebih dari cukup untuk memberi Nokia nafas selagi menghasilkan smartphone yang siap bertarung di pasar.

Pada akhir tahun 2012 Nokia mulai mengunjungi pasar dengan brand Lumia. Ada beberapa handset yang mereka hasilkan seperti Lumia 800, Lumia 900, Lumia 810 dan yang baru akan beredar Lumia 928. Sebagian besar smartphone tersebut ditujukan pertama kali untuk pasar Amerika Serikat. Sayangnya sambutan terhadap Nokia Lumia biasa-biasa saja. Ini karena dua vendor besar di pasar smartphone, Samsung dan Apple tengah berada di puncak dengan produk masterpiece mereka seperti Galaxy S3 dan iPhone 5. Di Amerika Serikat boleh dikatakan Nokia gagal untuk menarik konsumen beralih ke Lumia. Di Eropa terdapat peningkatan pasar Nokia secara signifikan. Ini tidak lain, dari dulu Eropa memang bersahabat dengan Nokia.

Secara umum, Nokia Lumia bisa dikatakan gagal bersaing terutama dengan Samsung dan Apple Inc. Kondisi inilah yang membuat para investor meminta Elop untuk mencari jalan lain, kalau perlu beralih ke Android. Namun Elop tetap pada keputusannya memilih Windows Phone. Ia mengatakan tidak ada pilihan kedua. Nokia fokus di Windows Phone. Keputusan ini tentu menimbulkan pertanyaan karena Nokia kini memiliki pasar sekitar 5% saja di pasar smartphone.

Pertanyaannya, mengapa Stephen Elop bersikukuh tetap menggunakan Windows Phone? Dalam kalimat lain mengapa ia tetap tidak mau Nokia beralih ke Android?

Saya kira kritik terhadap Stephen Elop sudah sangat berlimpah. Bisa dikatakan Elop adalah CEO keras kepala. Namun tentu Elop memiliki alasan yang orang lain tidak melihat alasan tersebut. Bagi saya sendiri keputusannya tetap di Windows Phone tersebut adalah karena beberapa alasan berikut ini.

Pertama, Microsoft adalah mantan majikan Stephen Elop. Elop sempat bekerja di Microsoft dan menjadi salah satu eksekutif di sana. Mau tidak mau, karena mantan pegawai, Elop akan sangat mempertimbangkan hal ini. Selain itu, tidak ada vendor besar yang fokus di Windows Phone selain Nokia. Tentu saja jika Nokia pergi, platform Windows Phone bisa karam. Harapan Elop adalah dengan menjadi satu-satunya vendor yang fokus di Windows Phone, Nokia akan memperoleh support sangat besar. Ini dibuktikan dengan uang 1 miliar dollar dan kampanye pemasaran yang selalu didukung penuh oleh Microsoft.

Sayangnya dukungan penuh Microsoft tersebut tidak terlalu berarti. Saat Android dan iOS berjaya di pasar, konsumen akan terkooptasi oleh duopoli Android dan iOS. Mereka hanya memiliki dua pilihan terbaik, kalau tidak Android, pasti iOS. Bahkan BlackBerry pun sudah ditinggalkan banyak orang. Ini artinya support Microsoft tersebut, perlakuan istimewa terhadap Nokia oleh Microsoft tidak berlaku di pasar karena konsumen tidak melihat dukungan tersebut dalam bentuk produk yang bagus.

Kedua, Elop tentu beralasan, jikapun beralih Android, apakah ada jaminan sukses. Ini tentu sebuah pertanyaan yang perlu dijawab dengan data-data pasar dan kecenderungan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian smartphone beberapa tahun terakhir. Jika Nokia menggunakan Android apakah mungkin dijamin sukses layaknya Samsung? Saya kira, jika ini alasanya Elop, bisa jadi ia seorang CEO pesimistis. Saya sendiri melihat keunggulan Nokia di bidang hardware yang sudah terbukti. Jika hardware bagus ini dipadukan dengan sistem operasi yang tengah menjadi idola pengguna, tentu akan sangat baik. Namun tentu Nokia akan seperti vendor lain, berebut dengan vendor Android yang sangat banyak sehingga tidak mungkin memperoleh dukungan penuh dari Google. Apalagi Google sendiri menghasilkan seri Nexus yang mungkin akan menjadi pesaing Nokia.

Ketiga, Elop terlalu ego dan gengsi. Ego Stephen Elop untuk mengakui salah langkah dan segera beralih ke Android terlalu tinggi. Ia yang memutuskan berpindah ke Windows Phone dan mengatakan Android tidak bagus bagi Nokia, akan sangat terluka jika ia sendiri yang kemudian menarik kata-kata tersebut dan beralih ke Android. Selagi Nokia dipimpin oleh Stephen Elop, saya percaya hampir tidak ada kamus beralih ke Android di dalam pikirannya. Ini menyangkut harga diri sehingga Nokia pun mungkin perlu ia korbankan. Tentu saja kalau sudah seperti ini, investor Nokia sebaiknya mengganti Stephen Elop sesegera mungkin. 

Keempat, Nokia mungkin akan ada peluang untuk dijual ke Microsoft. Rumor dijualnya Nokia ke Microsoft bukan rumor baru. Dengan tetap menggunakan Windows Phone, Nokia memiliki peluang untuk dibeli Microsoft. Ini sangat terkait dengan masa depan perusahaan asal Finlandia tersebut. Jika beralih ke Android, mungkin peluang tersebut hilang karena tentu Microsoft tidak mau dan kalaupun mau membeli pasti dengan harga diskon. Dengan tetap menjadi mitra Microsoft harga Nokia akan tetap tinggi dan suatu waktu jika memang sudah tidak mampu lagi, Microsoft segera membeli Nokia.