Google Fiber Wujudkan Internet Superkencang

Google Fiber

Setelah Kansas dan Austin, Google Fiber menambah kota baru untuk koneksi internet supercepatnya, yaitu Provo, Utah. Google mengumumkan kota ketiga untuk lokasi Google Fiber tersebut tidak lama setelah mereka mengumumkan Austin sebagai kota kedua. Google Fiber merupakan layanan internet dengan kecepatan download hingga 1 gbps. Kecepatan tersebut merupakan 100 kali kecepatan koneksi internet yang kini ada di Amerika Serikat.

Tampaknya Google segera akan memperluas jangkauan Google Fiber ini. Dengan hanya tiga kota sejauh ini dan baru Kansas yang beroperasi, jangkauan Google Fiber memang sangat sedikit. Namun tentunya butuh dana investasi yang sangat besar sehingga Google memilih kota-kota tertentu yang dijadikan tempat Google Fiber berikutnya.

Beberapa orang yang sudah mencoba pergi ke Kansas dan mencoba Google Fiber ini memberikan review positif. Google menawarkan beberapa paket, yaitu pertama Gigabit Internet Plus TV dengan biaya langganan 120 dollar sebulan gratis biaya pemasangan sebesar 300 dollar. Paket kedua adalah 70 dollar sebulan juga gratis biaya pemasangan sebesar 300 dollar. Paket kedua ini dinamai Gigabit internet dan tanpa siaran televisi. Paket ketiga adalah paket termurah Free Internet. Pelanggan cukup membayar biaya pemasangan sebesar 300 dollar di awal atau bisa dicicil 25 dollar sebulan dan pelanggan akan menikmati free internet dengan kecepatan supercepat.

Dengan kecepatan supercepat, pengguna akan lebih banyak berinteraksi dengan internet. Pengujian menunjukkan Google Fiber mampu melakukan tugasnya dengan baik. Pengguna dapat mendownload file selagi jeda iklan di TV dengan kecepatan 1 gbps. Selesai iklan, hasil download telah tersedia. Selain itu pengguna juga dapat menonton ribuan video YouTube berkualitas tinggi tanpa buffering.

Usaha Google Fiber ini tampaknya akan terus berkembang. Misi Google dengan Google Fiber adalah koneksi yang supercepat membuat pengguna menggunakan internet lebih banyak. Penggunaan internet yang lebih banyak kemungkinan besar penggunaan layanan Google akan makin besar.

Sumber: Google Fiber

Ketika Foto Telanjang Artis Selebritis Menyebar di Internet

Foto Nakal  Faby Marcelia
Beberapa hari yang lalu, foto "nakal"  seorang artis sinetron beredar luas di internet. Tentu saja bukan sekali dua peristiwa serupa ini terjadi. Bintang sinetron yang baru berusia 18 tahun tersebut di dalam foto yang tersebar bersama Sang Pacar di sebuah kamar. Kemudian ada lagi foto topless yang diperkirakan mirip dengan bintang Sinetron Cenat Cenut 2 tersebut. Tentu saja, kalau sudah soal artis, apalagi ketika fotonya nakalnya beredar, jagat internet ramai dengan komentar. Media sosial pun menambahi, mungkin lebih tepatnya secara sengaja memvonis sang artis sebagai artis "tidak baik" karena foto nakalnya beredar.

Alasan yang diberikan sang artis juga sudah klise atau telalu mudah ditebak. Ponsel hilang karena dicuri, bukan alasan baru untuk dijadikan modus kuat untuk menghindari celaan mencari popularitas. Kita mengetahui, alasan ponsel hilang ini sudah sering dan mungkin terlalu sering untuk dijadikan alasan. Publik pun mungkin tidak akan menerima alasan tersebut karena selama ini kasus-kasus seperti ini menguap dan tidak ditemukan apakah alasan tersebut benar atau tidak.

Padahal kasus ponsel hilang lalu kemudian menyebabkan foto nakal tersebar tersebut perlu dibuktikan. Jangan-jangan itu hanya alasan yang dibuat-buat untuk mencari popularitas. Sayangnya mungkin tidak ada kasus seperti ini yang ditindaklanjuti. Sebagian mungkin menguap dan publik lupa kemudian baru ingat lagi setelah ada lagi peristiwa baru.

Dari sisi korban, kita bisa melihat sebuah pelanggaran serius di bidang privasi. Kita harus mengetahui bahwa setiap pengguna ponsel memiliki hak untuk melakukan apa saja dengan ponsel yang mereka miliki. Mungkin sedikit sekali hal yang dilarang bagi pemilik ponsel, selagi tidak merugikan kepentingan publik. Makanya ketika pemilik ponsel memfoto dirinya sedang telanjang dengan ponsel mereka sendiri, itu adalah haknya. Di mata moral mungkin itu tidaklah baik, namun dari segi kerugian publik tidak ada sama sekali sehingga hal itu sesuatu yang wajar.

Hal yang perlu diusut adalah siapa penyebar foto nakal/foto telanjang tersebut. Penyebaran foto telanjang di artis sinetron jelas-jelas melanggar privasinya. Dalam hal ini ia menjadi korban dari kejahatan sehingga sudah seharusnya ia dibela, bukan malah dicap sebagai artis tidak baik. Dari segi privasi, selama bukan dirinya sendiri yang secara sukarela memposting foto nakal/foto telanjang tersebut berarti privasinya telah dilanggar. Meskipun foto telanjang sekalipun, tidak hak orang lain untuk menyebarkan foto tersebut. Penyebarnya tentu saja bisa dipenjarakan jika hukum berlaku dan ditegakkan.

Sayangnya, peristiwa seperti ini hampir tidak ada tindak lanjutnya. Orang tua si artis juga tidak meminta agar polisi mengusut siapa yang menyebarkan foto tersebut. Mungkin juga karena sudah malu duluan atau malah menikmati popularitas singkat yang diperoleh anaknya. Dengan tidak adanya pengusutan hukum secara tuntas tentu saja kasus seperti mengambang dan bila terjadi lagi publik menanggapinya secara dingin dan cenderung menyalahkan si artis.

Satu ha yang patut diingat adalah apa yang dialami oleh Scarlett Johansson di tahun 2011 yang lalu. Sekitar tahun 2011 kejadian yang serupa tapi tak sama menimpa artis Hollywood Scarlett Johansson. Scarlett Johansson memiliki beberapa foto telanjang dirinya di ponsel miliknya sendiri. Tanpa ia ketahui foto-foto telanjang tersebut beredar luas di internet. Gizmodo pada waktu itu memberikan komentar berikut ini.
Bila anda seorang selebriti, lalu mengambil foto diri anda sedang telanjang, maka siap-siaplah menerima risiko foto-foto tersebut tersebar luas di internet. Orang-orang sangat ingin melihat selebritis telanjang, maka sehendaknyalah para selebriti tersebut lebih berhati-hati, bahkan bila seorang selebriti mengambil foto pribadinya di dalam benteng, orang lain akan menemukannya.
Ini sebuah peringatan bagi selebritis dan artis. Publik sangat ingin melihat artis selebritis berfoto telanjang. Seakan-akan ada semacam dorong di publik untuk selalu mencati tahu jika ada artis berfoto telanjang. Oleh karena itu sudah seharusnya artis selebritis lebih berhati-hati.

Hal yang patut dikritisi dari kejadian ini adalah bahwa ada semacam kecenderungan artis selebritis memberikan alasan mudah bahwa ponselnya hilang atau dicuri ketika foto telanjangnya beredar di internet. Ini sebuah alasan yang patut dipertanyakan. Perlu pembuktian agar publik tidak melulu menyalahkan artis mencari popularitas dengan berfoto telanjang yang di luar pengetahuannya beredar di internet.

Namun upaya pembuktian alasan tersebut tentu butuh waktu. Saya percaya tidak semua artis selebritis mau berurusan dengan hal semacam ini. Dan lagi mereka pun menikmati popularitas dari kejadian tersebut. Pelanggaran privasi sudah tidak disebut lagi karena ada keuntungan langsung bagi si artis dalam kejadian tersebut.

Tidak Sanggup Berkompetisi, Microsoft Perkarakan Google

SCROOGLED, Kampanye anti Google yang dilancarkan
Microsoft
Kompetisi adalah sesuatu yang baik bagi pengguna. Makin tinggi tingkat kompetisi dipercaya yang paling diuntungkan adalah pengguna. Demikian juga yang berlaku di dunia teknologi. Kompetisi tingkat tinggi antarplatform smartphone contohnya, memaksa produsen untuk menghasilkan smartphone yang tidak hanya bagus secara pemakaian, tetapi juga bagus dari sisi harga. Artinya harganya masuk di akal.

Namun demikian, ada juga kecenderungan perusahaan yang karena tidak kuat untuk berkompetisi, melakukan cara-cara di luar pasar untuk menaklukkan saingannya. Cara ini dilakukan oleh Microsoft dan Apple Inc., terutama terkait dengan penyalahgunaan paten. Jika kita lihat, Apple Inc. sebenarnya lebih kepada menanyakan sesuatu yang menjadi haknya karena mereka memiliki paten. Akan tetapi lain dengan Microsoft. Perusahaan yang berbasis di Redmond ini menggalang kekuatan untuk memaksa pesaingnya maju ke pengadilan, terutama tentu saja Google dengan alasan yang sering terlihat bodoh.

Baru-baru ini, Fairsearch.org, sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa perusahaan seperti Nokia, Expedia, Microsoft dan Oracle melayangkan keberatan mereka kepada Komisi Eropa terkait penguasaan pasar smartphone oleh Android yang terlalu dominan. Fairsearch.org ini juga dulu yang melayangkan gugatan terhadap penguasaan pasar mesin pencari Google yang sangat dominan di Eropa. Dipercaya, perusahaan di belakang fairsearch.org tidak lain adalah Microsoft.

Dalam keberatannya fairsearch mengaatakan:
“Google is using its Android mobile operating system as a ‘Trojan Horse’ to deceive partners, monopolize the mobile marketplace, and control consumer data,” said Thomas Vinje, Brussels-based counsel to the FairSearch coalition. “We are asking the Commission to move quickly and decisively to protect competition and innovation in this critical market. Failure to act will only embolden Google to repeat its desktop abuses of dominance as consumers increasingly turn to a mobile platform dominated by Google’s Android operating system."
Kesimpulan dari keberatan fairsearch tersebut adalah Android yang sangat dominan di pasar Eropa. Mereka menuding Google sengaja mem-bundling Android dengan layanan milik mereka sendiri yang memaksa setiap vendor harus mengikutkan layanan Google tersebut di setiap smartphone yang mereka jual di Eropa.

Tampaknya sesuatu yang logis keberatan faisearch tersebut. Google menurut mereka secara sistematis memaksa pesaingnya keluar dari pasar dan memonopoli pasar smartphone. Keberatan ini mungkin senada dengan gugatan antitrust terhadap Microsoft yang mem-bundling setiap PC yang dijual dengan web browser internet explorer. 

Namun bila kita teliti lebih jauh, ternyata gugatan tersebut terlihat sangat bodoh. Mengapa? 
Sebuah artikel di readwrite menunjukkan bahwa kasus yang dialami oleh Microsoft yang dikenai denda oleh Uni Eropa berbeda dengan kasus penguasaan Android yang diajukan keberatannya oleh Fairsearch.

Menurut artikel tersebut, Microsoft tidak memberikan secara gratis aplikasi Windows , baik desktop maupun mobile kepada vendor yang hendak menjual PC atau smartphone. Ada biaya yang harus dikeluarkan vendor agar mereka bisa memproduksi PC dan menjualnya. Sementara dalam kasus Android, Google memberikan secara cuma-cuma sistem operasi Android kepada vendor. Terserah vendor mau diapakan, namun kalau ingin mengakses Google Play sumber ribuan aplikasi, Google meminta vendor untuk menempatkan beberapa layanan penting mereka seperti YouTube, Search dan Maps.

Jika vendor berkeberatan vendor dapat melakukan forking atau mempreteli sistem operasi Android sesuai keinginan mereka. Hal ini dilakukan oleh Amazon dengan produk Kindle-nya. Karena itulah pengguna Kindle tidak bisa mengakses Google Play karena layanan Google sudah dipreteli. Dengan demikian ada kebebasan bagi vendor apakah ingin ikut Google secara resmi atau ingin melakukan forking. Hal yang sama tidak terdapat dalam kasus Microsoft. 

Dengan demikian apa yang diajukan oleh Microsoft merupakan sesuatu yang lucu dan bodoh. Google sejatinya tidak memaksa vendor untuk ikut dengan apa yang mereka gariskan. Oleh karena Android diberikan secara cuma-cuma tidak ada kesan Google memaksa vendor untuk memasukkan layanan Google ke smartphone yang dibuat dan dijual. Namun tentu saja Google punya hak atas Android, yaitu dengan mengikatkannya ke layanan Google Play. Jika vendor ingin mengakses Google Play tiada lain adalah dengan mengikuti apa yang diberikan Google.

Menurut readwrite sangat banyak smartphone yang berbasis Android, namun tidak mencantumkan layanan Google di dalamnya. Google juga tidak ambil pusing karena akan ada keterbatasan dalam smartphone tersebut.

Hal yang lebih bisa jadi bukti adalah apa yang dilakukan Facebook dengan Facebook Home. Banyak orang yang mengatakan bahwa yang dilakukan Facebook adalah kudeta atas Android. Karena dengan Facebook Home, hal yang pertama kali ditemui pengguna adalah halaman Facebook bukan home smartphone seperti biasanya atau default. Namun apakah Google melarang adanya Facebook Home?

Google tidak melarang hal tersebut karena Facebook melakukan tweak dengan tetap mencantumkan layanan Google. Berbeda dengan Amazon yang melakukan forking, hingga tak satupun layanan Google ada di sana. Ini menjadi bukti bahwa bundling yang dilakukan Google masih dapat diatasi dan tidak ada paksaan untuk mencantumkan layanan Google.

Tentunya bukan sekali dua Microsoft melakukan serangan terhadap Google. Kampanye scroogled masih dan akan terus dilakukan Microsoft untuk "setengah memaksa" pengguna agar beralih ke mesin pencari Bing. Demikian juga dulu soal keamanan sistem Android dan yang terbaru soal developer di Google Play.

Saya melihat cara-cara Microsoft tersebut bukanlah cara-cara yang bagus untuk mengkampanyekan produk mereka. Buktinya hampir tidak ada data yang menyatakan kampanye Microsoft tersebut sukses. Hal ini karena pengguna bukanlah orang bodoh. Pengguna mengetahui dengan sangat baik mana produk yang bagus dan tidak bagus. Untuk apa beralih ke Bing atau ke Windows Phone bila tidak ada kelebihan, bahkan lebih terbatas dibandingkan mesin pencari Google dan Android.

Cara-cara Microsoft tersebut berada di luar pasar. Hal ini tidak lain karena Microsoft memang tidak bisa head to head di pasar. Di smartphone mereka tertinggal sangat jauh dibandingkan Android. Di mesin pencari hal yang sama terjadi. Microsoft memang tidak bisa apa-apa di kedua bidang tersebut. Kualitas produk mereka jauh tertinggal sehingga mereka mencoba menjatuhkan Google dengan cara-cara lain di luar pasar. Namun cara-cara tersebut saya percaya malah akan membuat jelek nama Microsoft. 

Sebaiknya Microsoft fokus dalam menghasilkan prpduk yang baik. Berkompetisilah dengan sehat. Namun saya percaya Microsoft tidak akan menempuh jalan tersebut.




Facebook Kenakan Tarif Tinggi Untuk Berkirim Pesan

Facebook Log In. Kini Facebook sudah tidak gratis
Masih percaya bahwa Facebook gratis? Setidaknya kepercayaan tersebut makin kabur dengan adanya kebijakan baru dari Facebook yang mengenakan tarif bagi mereka yang ingin berkirim pesan kepada orang yang ada di luar jalur pertemanan mereka atau selebritis.

The Sunday Times hari ini melaporkan bahwa Facebook secara diam-diam mulai memberlakukan tarif pengiriman pesan kepada selebritis atau orang lain  di luar jalur pertemanan pengguna di Inggris. Tarif tersebut bervariasi (mungkin tergantung keterkenalan atau faktor lain). Menurut Sunday Times, selebritis seperti Tom Daley seorang penyelam dan Michael Rosen memiliki tarif 10,68 poundsterling. Salman Rushdie, seorang penulis terkenal dan penyanyi rap Amerika Snoop Dogg memiliki tarif 10,08 poundsterling. Ini artinya jika pengguna Facebook Inggris (karena saat ini baru di Inggris) ingin mengirim pesan ke selebritis tersebut, pengguna harus membayar sesuai dengan tarif yang berlaku.

Sangat menarik untuk menganalisis kebijakan Facebook dalam mengenakan tarif bagi pengiriman pesan ini. Kita mengetahui bahwa di halaman depan Facebook, Facebook mengatakan bahwa layanan mereka gratis untuk selamanya. Namun hal ini, makin tidak berlaku karena Facebook kesulitan dalam melakukan monetisasi. Artinya Facebook kesulitan menjual produknya menjadi uang sehingga moto mereka pun ditunggangi. Kini Facebook bukan lagi gratis (bahkan dari dulu tidak gratis).

Untuk itu mereka mencoba mencari cara bagaimana agar pengguna mau mengeluarkan uang ketika berinteraksi di Facebook. Kita juga mengetahui bahwa pengiklan juga tidak begitu senang beriklan di Facebook karena tingkat klik yang rendah. Bahkan pernah terjadi sebuah pengiklan besar dengan dana iklan mencapai 10 juta dollar AS keluar dari program periklanan Facebook. 

Saya sendiri mencoba beriklan di Facebook. Namun tampaknya, iklan tersebut jauh dari sasaran. Untuk mendapatkan LIKE yang real benar-benar sulit. Hal yang saya temui adalah banyaknya akun-akun palsu dan setengah palsu di Facebook yang melakukan LIKE sehingga efektivitas beriklan di Facebook rendah. Itulah sebabnya tidak banyak uang yang diperoleh Facebook dari program periklanan mereka. 

Usaha lain Facebook adalah dengan melakukan tweak terhadap sistem operasi Android dengan membuat aplikasi Facebook Home. Dipercaya, jika anda menginstall aplikasi ini kemungkinan besar iklan akan bertebaran di smartphone anda. 

Saya perkirakan hanya orang-orang tertentu saja yang akan menginstall aplikasi Facebook Home ini. Sehingga keinginan Facebook untuk meningkatkan pendapatan mereka dari sisi iklan mungkin tidak naik secara signifikan.

Dari beberapa cara di atas, mungkin cara memberlakukan tarif bagi pengiriman pesan adalah jalan pintas yang ditempuh oleh Facebook. Dengan cara ini uang akan langsung mengalir ke kas Facebook dari pengguna. Iming-iming yang disodorkan Facebook adalah interaksi dengan Selebritis. Namun belum diketahui apakah pesan yang dikirim ke selebritis tersebut akan direspon oleh selebritis tersebut.  

Pertanyaannya, apakah pemberlakukan tarif bagi pengiriman pesan ini akan efektif? Saya rasa cukup banyak cara untuk bisa berkirim pesan bagi orang yang berada di luar jalur pertemanan dan selebritis. Logikanya seperti ini, jika ada yang gratis mengapa harus bayar?  

Namun tentu saja untuk bisa gratis butuh beberapa cara. Misalnya anda akan mengirimkan email, tentunya anda harus tahu terlebih dahulu alamat email selebritis yang anda tuju. Demikian juga orang lain yang hendak anda kirimkan email. 

Media lain adalah Twitter. Kita mengetahui bahwa di Twitter berkumpul para selebritis. Twitter merupakan cara bagus untuk selalu update dengan selebritis. Bagusnya lagi gratis. Anda tinggal mention selebritis yang anda follow, syukur-syukur dijawab atau di retweet.

Saya rasa Facebook tentu memiliki alasan mengapa mereka mengenakan tarif bagi pengiriman pesan kepada orang lain di luar jalur pertemanan atau selebritis. Namun pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah apakah pengguna benar-benar ingin mengirimkan pesan ke orang lain dan selebritis? Apakah mereka mau dikenakan biaya, yang biayanya ternyata tidaklah murah?

Pengenaan tarif bagi pengiriman pesan ini menunjukkan bahwa Facebook memang mengalami kesulitan untuk melakukan monetisasi produk mereka. Tak banyak untungnya bagi pengguna, apalagi hal ini kontra dengan moto Facebook yang gratis untuk selamanya.

Google Perlu Membeli Aplikasi Chatting WhatsApp?

Apliaksi Chatting WhatsApp
Kabar tentang rencana Google membeli aplikasi Chatting WhatsApp bukan kabar baru. Kabar ini sudah lama dan kembali dihembuskan dua hari yang lalu oleh banyak situs teknologi. Sayangnya situs yang merilis rumor tersebut bukan situs yang selama ini menjadi panutan bagi saya untuk bisa percaya. Sejauh ini Bloomberg dan Reuters belum merilis rumor tersebut. Demikian juga The Verge dan bahkan TechCrunch. 

Satu sumber penting yang merilis rumor akan dibelinya WhatsApp oleh Google adalah Digital Trends dan kemudian dikutip oleh Apple Insider. Bisa saja rumor tersebut benar karena sumber sebelumnya sudah memberitakan bahwa Google telah melakukan pendekatan kepada WhatsApp. Pendekatan tersebut pada awalnya belum menyebutkan harga, namun kini harga WhatsApp ada di 1 miliar dollar, sebuah angka yang cukup fantastis bagi sebuah aplikasi chatting.

Hal yang perlu kita lihat adalah bahwa tidak hanya Google yang berminat untuk membeli WhatsApp. Facebook sebelum membeli Instagram dikabarkan pernah melakukkan pendekatan, namun waktu itu WhatsApp tidak berpikir untuk menjual aplikasi mereka. Jadilah Facebook memilih Instragram yang pada awalnya dibeli dengan harga 1 miliar dollar. Perlu diketahui, pembelian Instagram oleh Facebook menampar Google yang dikabarkan juga berminat. Apalagi Kevin Systrom pendiri Instagram adalah mantan karyawan Google.

Tentunya dengan adanya rumor yang menyebutkan keinginan Google membeli WhatsApp sebuah kabar baik bagi Google sendiri. Meskipun mereka memiliki aplikasi chatting seperti GTalk, Hangout dan aplikasi lainnya, namun aplikasi tersebut saling terpisah. Tidak ada unifikasi layanan sehingga pengguna tidak fokus dalam satu aplikasi. Apalagi bila kita lihat Hangout yang sebenarnya cukup sukses, namun memiliki pengguna yang terbatas.

Kabar sebelumnya adalah Google akan melakukan unifikasi layanan chatting mereka di bawah nama Babble. Ini nama baru bagi sederet aplikasi chatting seperti GTalk dan Hangout agar pengguna bisa lebih fokus dan berada dalam satu layanan. Sayangnya kemunculan Babble untuk berkompetisi di pasar aplikasi chatting mungkin terlambat.

Di pasar aplikasi Chatting ini, WhatsApp, Line, KakaoTalk dan Wechat memiliki pengguna yang sangat banyak. Jika Google masuk dengan aplikasi baru, jelas saja akan kebagian kue sangat kecil. Butuh waktu yang cukup lama agar base pengguna menjadi besar. Sementara untuk merilis produk baru bukan perkara mudah karena kompetisi sangat kuat. Kita bisa melihat aplikasi chatting LINE yang menghadirkan berbagai fitur antara lain Sticker dan chat dengan selebritis terutama yang berasal dari Jepang.

Untuk bisa menarik pengguna tentu aplikasi Babble nantinya butuh fitur yang lebih baik. Bahkan fitur lebih baik saja tidaklah cukup karena pengguna harus melakukan registrasi lagi di aplikasi yang baru tersebut. Cara satu-satunya untuk langsung bisa berkompetisi di pasar aplikasi chatting adalah dengan membeli aplikasi yang sudah eksis. Untuk urusan ini WhatsApp merupakan aplikasi yang paling seksi. Google perlu membeli WhatsApp karena aplikasi ini sudah cukup lama eksis dan berhasil merubah kebiasaan pengguna yang menggunakan BlackBerry Messenger.

Perlu dicatat, WhatsApp merupakan aplikasi pertama yang cross platform yang menawarkan chatting. Sebelumnya pengguna BlackBerry sangat bangga dengan fitur BBM. Namun semenjak adanya WhatsApp pengguna BlackBerry mulai beralih dan tidak lagi tergantung kepada BBM karena mereka bisa chatting dengan siapa saja selain pengguna BlackBerry berkat aplikasi WhatsApp.

WhatsApp meskipun sampai saat ini belum pasti berapa jumlah penggunanya, namun dipercaya merupakan aplikasi chatting nomor satu. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang berada di seratus negara di dunia dan dipakai secara luas. Diperkirakan WhatsApp menghasilkan uang 100 juta dollar setahun sehingga monetisasinya sudah terlihat. Selain itu dengan bekerja sama dengan operator, WhatsApp bisa memberikan tarif tertentu di beberapa negara sehingga aplikasi ini memang sudah matang dan tinggal beberapa pengembangan agar bisa terus bertahan.

Perlu juga dilihat bahwa kecenderungan pengguna smartphone sekarang ini adalah melakukan chatting. Seperti dikutip oleh WSJ:
"On Line you have conversations, so you react by the minute," said Mr. Dijkland, who started using Line five months ago. "On Facebook you just look at the news feed and after that, there's not more to see."
Ini artinya, bahkan Facebook sudah mulai ditinggalkan pengguna untuk kemudian beralih ke aplikasi chatting. Di aplikasi ini pengguna memperoleh the real conversation yang selama ini tidak mereka peroleh di Facebook. Chatting dengan orang yang tepat karena mereka kenal di dunia nyata dan chatting dengan selebritis yang mereka sukai dan disediakan aplikasi merupakan daya tarik yang cukup bagus di sebuah aplikasi chatting.

Dengan demikian masa depan aplikasi chatting ini sangat cerah. Pergeseran selera pengguna terutama karena bosan dengan Facebook menjadi peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan. Sudah sesuatu yang pasti bahwa lama-kelamaan tak akan banyak yang bisa bertahan di Facebook karena produknya makin dewasa. Aplikasi chatting akan menggantikan kehebohan Facebook karena adanya real conversation.

Untuk itu sangat penting bagi Google untuk membeli aplikasi Chatting WhatsApp secepat mungkin. Pilihan kepada WhatsApp merupakan pilihan terbaik karena aplikasi ini sudah punya jalan monetisasi. Selain itu aplikasi ini tinggal dikembangkan dengan menambahkan fitus Hangout agar juga bisa berkompetisi denga Skype di pasar video chatting.

Google tidak mesti bertahan di angka tertentu dalam menawar WhatsApp. Saya rasa nilai 1 miliar dollar merupakan nilai yang pantas untuk sebuah aplikasi yang sudah jadi, bahkan mungkin bisa lebih besar dari 1 miliar dollar. Statistik WhatsApp juga bukan main-main. Di bulan Januari yang lalu, mereka mengirimkam 18 miliar pesan per hari. Jumlah download aplikasi ini di Android mencapai 100 juta download, belum lagi pengguna iOS Apple, BlackBerry dan Nokia. 

Pembelian aplikasi WhatsApp juga menjadi solusi bagi Google untuk melakukan unifikasi layanan chatting mereka. Produk-produk chatting yang selama ini terpisah bisa digabung atau dihilangkan dengan adanya WhatsApp. Jadi tidak perlu banyak produk, cukup WhatsApp saja.

Nah tunggu apalagi Google, segera beli WhatsApp sebelum dibeli pihak lain, seperti Facebook atau bahkan Apple Inc. 

Apa Alasan Facebook Merilis Ponsel Facebook

Ponsel Facebook
Setelah cukup lama mengelak, akhirnya Facebook akan meluncurkan ponsel Facebook. Kabar tentang akan dirilisnya ponsel tersebut menyeruak beberapa hari terakhir diikuti beberapa bocoran gambar. Seperti diberitakan Techcrunch, nantinya Facebook tidak merancang OS sendiri, tetapi menumpang di OS Android Google dengan melakukan beberapa tweak sehingga Home ponsel tersebut nantinya adalah Facebook. Dikabarkan HTC yang sebelumnya merilis ponsel Facebook setengah matang dengan merek Chaca akan digandeng Facebook untuk proyek ponsel ini. 

Tentu saja kabar akan dirilisnya ponsel Facebook merupakan sebuah berita yang cukup besar. Tahun lalu CEO Mark Zuckerberg mengatakan bahwa tidak ada alasan Facebook akan merilis ponsel mereka sendiri. Namun seiring berjalannya waktu, Mark Zuckerberg menyadari bahwa mereka harus merilis ponsel Facebook meskipun tidak dengan OS Facebook. Pilihan jatuh kepada Android karena konsep open source yang dimiliki Google sehingga siapa saja bebas untuk melakukan Tweak untuk menciptakan ponsel mereka sendiri.

Sebenarnya pilihan kepada Android ini sebuah pilihan realistis dan satu-satunya. iOS Apple Inc. sangat tertutup. Windows Phone harus membayar lisensi kepada Microsoft sehingga memo Mark Zuckerberg beberapa waktu yang lalu yang meminta karyawannya fokus di Android menjadi kebenaran. Bahkan dikabarkan, karyawan Facebook diberikan smartphone Android gratis agar bisa meng-eksplor Android Google.

Hasilnya akan dapat kita lihat beberapa hari ke depan. Rumornya ponsel Facebook sudah sangat kencang sehingga mungkin saja sebuah kebenaran. Apalagi Facebook telah merilis undangan untuk tanggal 4 April kepada publik.

Pertanyaannya, mengapa akhirnya Facebook merilis ponsel mereka sendiri?
Pertanyaan yang mudah. Jawaban pertama adalah di antara raksasa teknologi saat ini, Google, Amazon, Apple Inc dan Facebook, hanya Facebook yang tidak memiliki perangkat hardware yang mereka hasilkan sendiri. Amazon meskipun tidak memiliki OS, tetapi cukup berani melakukan forking Android sehingga menghasilkan tablet Kindle Fire.

Ini artinya Facebook telah ketinggalan cukup jauh dalam hal hardware sehingga mereka berniat untuk melakukan pengejaran. Hal ini cukup logis. Dengan memiliki hardware sendiri, Facebook akan lebih mudah men-drive traffic ke situs mereka. Dengan demikian, kekhawatiran maturitas produk Facebook bisa dihindari.

Kedua, ada kekhawatiran bahwa pengunjung Facebook menunjukkan penurunan. Studi terbaru menunjukkan bahwa para remaja terutama di Amerika Serikat telah lelah di Facebook. Mereka telah banyak yang keluar dan berpindah layanan ke blog yang menarik seperti Tumblr dan aplikasi chatting yang kini makin menarik seperti Line, WeChat, KakaoTalk dan WhatsApps.

Tentu saja ini sebuah ancaman nyata. Bila makin banyak yang bosan dengan Facebook lalu berpindah layanan, bisa dipastikan Facebook akan mengalami masalah pemasukan, terutama dari iklan.

Ketiga, dengan ponsel Facebook, mau tak mau pengguna pertama sekali akan bertemu dengan Home Facebook seketika membuka ponsel. Ini cara brilian agar pengguna tidak perlu pergi ke aplikasi untuk membuka Facebook. Dengan melakukan tweak terhadap Android sehingga memunculkan Home Facebook, Facebook berharap pengguna akan langsung tersambung dengan halaman mereka di Facebook. Ini akan mempersingkat jalan menuju Facebook serta memudahkan pengguna untuk masuk ke halaman mereka kemudian berinteraksi dengan teman-teman mereka.

Ujung-ujungnya adalah trafik yang konstan dan cenderung meningkat setiap hari karena lebih mudah membuka Facebook. Dan pada akhirnya kehawatiran pengguna tidak menggunakan Facebook karena malas membuka aplikasi bisa dihilangkan.

Keempat. Traffic Facebook dari PC dipercaya akan terus mengalami penurunan. Dengan fokus ke area mobile, Facebook berusaha agar pengguna yang berpindah ke mobile tetap menggunakan Facebook. Jadi meskipun traffic dari PC menurun dapat diatasi dengan meningkatnya traffic mobile berkat ponsel Facebook yang memudahkan membuka Facebook.

Kelima, sebagian besar pengguna membuka Facebook secara mobile. Jumlahnya bisa saja mencapai 600 juta sebulan. Namun Facebook tidak memiliki sesuatu yang membuat pengguna mobile nyaman dalam menggunakan Facebook. Untuk itulah Facebook merilis ponsel Facebook.

Namun apakah alasan-alasan tersebut di atas cukup worth untuk dijadikan alasan merilis ponsel Facebook?

Saya kira perilaku pengguna smartphone terutama Android sangat beragam. Meskipum mereka pengguna Facebook, belum tentu mereka mau ada ponsel Facebook. Mengapa? Karena kehidupan mobile mereka bukan hanya Facebook. Tidak ada pengguna yang mau membeli sebuah ponsel dengan Home Facebook hanya karena ingin lebih mudah berkunjung ke Facebook. Pengguna biasanya lebih suka dengan berbagai aplikasi dan ganti-ganti Home wallpaper mereka. Dengan selalu adanya Home Facebook tentu sebuah hal yang menjengkelkan.

Kemudian, saat ini sedang booming aplikasi chatting. Banyak pengguna beralasan tidak lagi memakai Facebook karena dari dulu fiturnya itu-itu saja. Ketika pengguna membuat status, tinggal menunggu komentar atau LIKE. Tidak ada interaksi yang meningkat. Ini artinya pengembangan fitur Facebook tersendat.

Berbeda dengan aplikasi chatting, misalnya LINE yang menghadirkan chatting dengan selebritis. Selain itu adanya sticker merupakan fitur penarik yang cukup ampuh. Selain itu fitur permainan merupakan fitur yang tidak boleh dilupakan. Oleh karenanya menggunakan Facebook saat ini tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Kadang muncul komentar bahwa Facebook hanya untuk bermain poker, kehidupan sosial pengguna kini telah beralih ke aplikasi chatting.

Dengan demikian, ponsel Facebook berisiko gagal total. Saya rasa saya tak akan membeli sebuah smartphone dengan Facebook sebagai alasan utamanya. Toh saya masih bisa menggunakan aplikasinya. Buat apa Home dengan gambar Facebook?